RUU GENIUS Act di AS berupaya mengatur stablecoin secara resmi. Apa dampaknya bagi masa depan kripto dan dominasi dolar di era digital dalam relasinya dengan langkah strategis baru Negeri Paman Sam itu?
Stablecoin punya peran sentral di dunia blockchain-kripto. Kripto jenis ini dirancang agar nilainya stabil, biasanya dipatok ke aset dunia nyata seperti dolar AS atau jenis aset yang setara dolar. Karena itu, stablecoin sangat cocok untuk transaksi cepat lintas negara, tanpa volatilitas yang bikin deg-degan seperti Bitcoin. Tapi, selama ini penggunaannya masih di wilayah abu-abu secara hukum.
Nah, pada awal 2025 jadi momen penting buat industri ini. Amerika Serikat akhirnya melangkah maju lewat RUU bernama GENIUS Act. Singkatannya cukup keren: Guiding and Establishing National Innovation for U.S. Stablecoins. Pada 20 Mei 2025 lalu RUU ini sukses lolos dari Senat dengan dukungan dari kedua partai besar—hal yang cukup langka terjadi belakangan ini. Meskipun belum resmi jadi undang-undang, sinyalnya jelas: AS ingin jadi pemain utama dalam mengatur dan mengarahkan masa depan stablecoin, bukan cuma duduk manis menonton.
Kilas Balik Genius Act
Cerita soal GENIUS Act nggak muncul begitu saja. Sejak 2022, stablecoin seperti Tether (USDT) dan USD Coin (USDC) besutan Circle sudah jadi bagian penting dari ekosistem kripto. Mereka jadi pasangan utama untuk trading, alat bayar di aplikasi DeFi, bahkan jadi pengganti uang fiat di negara-negara yang ekonominya babak belur. Transaksi yang cepat dan murah adalah keunggulan dari dolar digital versi blockchain non-perbankan itu.
Tapi, di balik semua kemudahan itu, ada masalah besar: transparansi. Banyak yang mempertanyakan apakah stablecoin benar-benar didukung oleh cadangan uang tunai atau aset aman lain seperti obligasi negara. Apalagi, setelah insiden robohnya stablecoin algoritmik TerraUSD tahun 2022, kepercayaan publik makin terguncang. Stabilitas sistem keuangan digital pun menjadi sorotan utama para regulator.
Tekanan pun datang dari dua arah: dari pengembang teknologi yang butuh kepastian hukum, dan dari regulator yang khawatir kalau sistem keuangan bisa terguncang kalau stablecoin terus tumbuh tanpa pengawasan. Rasa cemas itu tak hanya datang dari dalam negeri di Negeri Paman Sam, tetapi juga dari para pengambil kebijakan global yang melihat potensi dampaknya melintasi batas negara.
Akhirnya, muncul solusi bipartisan. RUU ini digagas akhir 2024 oleh sekelompok senator lintas partai. Tujuannya bukan untuk melarang stablecoin, tapi membuat aturan yang jelas—supaya inovasi tetap jalan dan terus didukung, tapi tetap ada perlindungan konsumen dan kestabilan finansial.
Prinsip Utama Regulasi
Beberapa prinsip utama yang digariskan dalam RUU ini, antara lain adalah keharusan bagi penerbit stablecoin untuk menyimpan cadangan (reserves) penuh satu banding satu. Ini artinya, setiap unit stablecoin yang beredar harus dijamin sepenuhnya dengan aset nyata seperti uang tunai atau obligasi jangka pendek. Jadi misalnya, 1 unit USDT tetap setara dengan 1 dolar AS dan mudah dikonversi tetap dengan mata uang lain misalnya ke rupiah (IDR) atau mata uang lainnya.
Selain itu, penerbit diwajibkan secara rutin membuka informasi cadangan mereka kepada publik setiap bulan, agar transparansi tetap terjaga. Audit tahunan juga diwajibkan, terlebih jika nilai pasar (marketcap) stablecoin melebihi US$50 miliar. Penggunaan istilah menyesatkan seperti “diasuransikan FDIC” juga dilarang, kecuali memang benar memiliki perlindungan semacam itu. Tak kalah penting, penerbit stablecoin juga harus mematuhi regulasi anti pencucian uang dan mengenali pelanggan mereka, mirip seperti bank atau penyedia layanan keuangan formal lainnya.
Lolos dari Senat dan Kritik Lainnya
Pada 19 Mei 2025, Senat meloloskan GENIUS Act dengan hasil 66 lawan 32 suara antar partai. Angka itu penting karena menunjukkan dukungan lintas partai. Bahkan politisi yang tadinya skeptis terhadap kripto akhirnya mendukung, karena melihat ini bukan soal menyetujui kripto, tapi soal menjaga kestabilan sistem keuangan.
Meski begitu, ada juga yang mengkritik. Beberapa politisi progresif merasa perusahaan kripto terlalu banyak dilibatkan dalam penyusunan RUU ini. Aktivis privasi pun khawatir soal potensi pengawasan yang berlebihan lewat aturan AML/KYC. Ada juga kekhawatiran global: apakah aturan ini akan bantu perusahaan teknologi AS mendominasi sistem pembayaran digital dunia? Apakah negara-negara lain akan tertinggal atau malah dipaksa ikut standar yang ditetapkan Amerika? Inilah dilema baru di era dominasi ekonomi digital.
Sekarang, RUU ini sedang menunggu pembahasan di DPR AS (House of Representatives). Mungkin bakal ada beberapa revisi. Setelah itu, tinggal tunggu tanda tangan Presiden. Tapi, arahnya sudah cukup jelas. Banyak pihak berharap proses ini bisa selesai sebelum kuartal ketiga 2025 agar penerapannya bisa langsung dikejar pada akhir tahun 2025.
Yang bikin GENIUS Act menarik bukan cuma karena pengaruhnya di dalam negeri. Dunia luar juga memperhatikan langkah ini. Jika berhasil, undang-undang ini bisa jadi landasan regulasi stablecoin global. Apalagi, banyak institusi besar—bank, hedge fund, dan korporasi multinasional—selama ini masih wait and see karena belum ada aturan jelas. Mereka menunggu sinyal hijau dari regulator untuk masuk lebih dalam ke dunia aset digital.
Kalau sudah ada regulasi resmi, stablecoin berbasis dolar bisa jadi versi digital resmi dari greenback. Bisa dipakai di berbagai sektor: remitansi, perdagangan internasional, sampai aplikasi DeFi. Ini bisa makin mengokohkan dominasi dolar AS di era digital, terutama di negara-negara berkembang yang punya ponsel pintar tapi nggak punya akses ke bank.
Skenario Tekan Dominasi Stablecoin non-AS
Namun demikian dalam sebuah logika sederhana, mudah melihat ini sebagai potensi untuk menekan dominasi stablecoin non-AS seperti yang dikembangkan di kawasan Asia atau Timur Tengah.
Eropa, Jepang, dan Singapura juga sedang memantau dengan ketat. Kalau GENIUS Act sukses, mereka mungkin bakal meniru modelnya. Tapi kalau malah gagal atau terlalu banyak tarik ulur politik, AS bisa kehilangan momen emas ini. Negara lain seperti Uni Emirat Arab dan Hong Kong yang lebih lincah dalam membuat aturan bisa merebut peluang tersebut. Dalam dunia digital yang bergerak cepat, siapa yang duluan bikin aturan yang adil dan efisien, dia yang akan memimpin. Toh lagipula, dominasi dolar AS dinarasikan sedang tergerus di pasar internasional, akibat kondisi ekonomi AS sedang tidak baik-baik sejak Covid melanda.
Ada beberapa skenario yang bisa terjadi dari sini. Pertama, kalau DPR meloloskan RUU ini tanpa banyak revisi dan Presiden langsung tanda tangan, maka pasar stablecoin bisa langsung melesat. Beragam bank bisa bikin stablecoin versi mereka, fintech akan membangun berbagai aplikasi di atasnya, dan regulasi AS bakal bikin ekosistem ini makin terpercaya. Hasil akhirnya? Legitimasi pasar kripto makin kuat dan AS tetap di garis depan inovasi keuangan global.
Kedua, kalau RUU ini macet di DPR atau jadi terlalu banyak kompromi, bisa-bisa semangatnya luntur. Inovasi kripto bisa pindah ke luar negeri AS, ke wilayah yang punya regulasi lebih jelas dan cepat, misalnya di Dubai.
Ketiga, meski RUU ini jadi hukum mengikat dan final, bisa aja negara lain bikin aturan sendiri yang nggak sinkron. Hasilnya? Regulasi global jadi terpecah, bikin inovasi lintas negara jadi susah berkembang. Koordinasi internasional yang tidak seragam bisa menjadi batu sandungan baru.
Ringkasnya GENIUS Act adalah salah satu momen penting dalam sejarah kripto. Belum resmi jadi undang-undang, tapi arah kebijakannya sudah terlihat: Amerika nggak mau lagi jadi penonton dalam revolusi digital. Mereka mau jadi pengarahnya. Dengan kata lain, Amerika ingin mengambil alih kemudi sebelum kapal stablecoin ini melaju terlalu jauh tanpa nahkoda. Ini langkah strategis, bukan reaktif, sembari dunia menanti lahirnya Undang-undang Bitcoin yang memungkinkan AS menyimpan sebanyak 1 juta BTC sebagai aset cadangan strategis nasional.
Apakah langkah ini akan jadi pemicu inovasi atau malah jadi alat pembatas, tergantung bagaimana penerapannya dan bagaimana negara lain merespons. Tapi satu hal pasti: stablecoin dolar yang diatur secara resmi bisa jadi salah satu ekspor ekonomi digital paling kuat dari Amerika Serikat ke dunia. Stabilitas, transparansi, dan legitimasi adalah tiga komponen yang paling dicari dalam ekonomi digital, dan semua itu ingin dikemas dalam satu regulasi.
Kalau kamu aktif di dunia kripto, ini adalah regulasi yang wajib kamu pantau. Karena arah anginnya sudah mulai berubah. Dunia sedang menyaksikan, dan masa depan stablecoin mungkin sedang ditulis di Washington.