Beli Kripto
Market
Perdagangan
Futures
Finansial
Promosi
Selengkapnya
Pusat Hadiah
Masuk
Beranda BIP 177 dan Kesan 2,1 Triliun Bitcoin
Pembaruan Industri

BIP 177 dan Kesan 2,1 Triliun Bitcoin

2025-06-06 03:38:00

Bitcoin Improvement Proposal (BIP) 177 yang diusulkan oleh John Carvalho cukup menarik, karena mengubah persepsi kita soal angka Bitcoin yang tampil di aplikasi dan dapat selaras dengan penggunaan kripto itu untuk transaksi sehari-sehari. Namun, proposal itu mampu menimbulkan kesan bahwa jumlah unit BTC maksimal bukanlah 21 juta tetapi sebanyak 2,1 triliun. Bagaimana kita menyikapi ini?

Bayangkan suatu pagi yang biasa. Kamu mampir ke kedai kopi langganan, memesan secangkir latte, dan saat hendak membayar dengan Bitcoin, layar mesin kasir menampilkan angka desimal: 0,00001234 BTC. Mata kamu mengerut. Angka itu terlihat lebih mirip sandi komputer daripada harga secangkir kopi. Bagi orang awam, deretan nol dan koma itu bisa terasa intimidatif, membingungkan, dan sangat jauh dari kesan praktis, karena di kehidupan sehari-hari tak ada harga kopi menggunakan angka desimal. Yang ada adalah angka bulat, misalnya dalam rupiah adalah Rp50.000.

Di sinilah muncul ide dari BIP 177, sebuah proposal yang diajukan oleh tokoh Bitcoin bernama John Carvalho pada April 2025 lalu. Ia memang bukan menawarkan perubahan pada protokol (kode inti) Bitcoin, tidak pula mengusulkan penambahan pasokan jumlah unit BTC. Apa yang ia ajukan hanyalah perubahan cara kita melihat Bitcoin—secara harfiah, pada layar ponsel dan komputer kita.

Carvalho punya pandangan yang sederhana namun menggugah. Dia bilang bahwa Bitcoin secara teknis tidak mengenal desimal. Sistemnya hanya memahami angka utuh, bilangan bulat, yang kemudian “dipoles” dengan format desimal agar lebih akrab bagi pengguna yang terbiasa dengan sistem keuangan tradisional. Dan ini memang benar adanya, tidak ada angka desimal di sistem Bitcoin hanya angka bulat alias integer.

Bitcoin uses whole integers, not fractions. The current decimal is just an arbitrary dot!” kata Carvalho di sebuah blog tentang BIP itu, menegaskan bahwa titik itu sebenarnya hanyalah kosmetik visual, bukan bagian dari sistem perhitungan inti Bitcoin.

Inti dari BIP 177

Lalu, apa yang sebenarnya ditawarkan BIP 177? Ia ingin mengganti satuan tampilan default bitcoin dari BTC yang penuh desimal menjadi satoshi—satuan terkecil dalam Bitcoin—dan menyebutnya sebagai “bitcoin” yang baru.

Jadi, berdasarkan proposal itu, jika sebelumnya kita menulis: 0,00000001 BTC = 1 satoshi, maka dalam versi baru: ₿1 = 1 satoshi.

Artinya, satu BTC versi lama, yang bernilai 100 juta satoshi, akan ditulis sebagai ₿100.000.000. Jadi, jika secangkir kopi dihargai 1234 satoshi, maka akan tertulis sebagai ₿1234. Tanpa koma, tanpa nol yang berjejer, dan jauh lebih mudah dipahami oleh orang awam. Dan dalam proposal itu disebutkan tak ada lagi sebutan satoshi untuk satuan angkanya, tetapi dengan simbol itu saja (bitcoin).

Tabel di bawah menunjukkan perbandingan tampilan angka Bitcoin antara versi lama dengan versi yang ditawarkan dalam BIP 177.

Mengapa Dulu Desimal Dibuat?

Di tahun-tahun awal Bitcoin, komunitasnya masih kecil dan didominasi oleh para teknisi. Menggunakan format seperti 1 BTC = 100.000.000 satoshi dianggap terlalu rumit dan teknis bagi pengguna baru. Karena itu, format desimal dipilih sebagai tampilan visual yang lebih mudah dipahami. Lagi pula, jika langsung menggunakan satuan satoshi, deret angka bisa menjadi terlalu panjang dan membingungkan.

Namun seiring waktu, terutama ketika harga Bitcoin naik tajam dan pecahan-pecahan kecil makin umum digunakan, format desimal yang panjang seperti 0,00004218 BTC mulai terasa kurang ramah bagi pengguna awam. Dari sinilah muncul ide seperti BIP 177, yang mengusulkan agar tampilan angka Bitcoin lebih mencerminkan kenyataan bahwa secara teknis, Bitcoin tersusun dari unit-unit utuh bernama satoshi. Jadi, format desimal sebenarnya hanyalah jembatan visual, bukan struktur teknis dasarnya.

Salah satu alasan utama penggunaan format desimal di masa awal adalah karena harga satu BTC saat itu masih sangat murah—bahkan nyaris tidak bernilai pada tahun-tahun pertama (2009–2011). Dengan harga yang rendah, penggunaan satuan penuh seperti 1 BTC masih masuk akal untuk transaksi kecil.

Sebagai ilustrasi: pada tahun 2010, harga 1 BTC masih di bawah US$0,01. Jadi, untuk membeli kopi seharga US$2, kamu hanya butuh sekitar 200 BTC. Saat itu belum ada kebutuhan untuk menampilkan pecahan seperti 0,00001234 BTC, karena nilai totalnya juga kecil. Format desimal digunakan hanya untuk menunjukkan sebagian dari 1 BTC, mirip seperti 0,50 dolar yang setara dengan 50 sen.

Namun, seiring naiknya harga BTC secara drastis—hingga puluhan ribu dolar per koin—transaksi sehari-hari tidak lagi dilakukan dalam 1 BTC penuh, melainkan dalam pecahan sangat kecil. Di sinilah muncul masalah: tampilan seperti 0,000075 BTC tidak intuitif, sulit dibaca, dan bisa memberikan kesan bahwa Bitcoin terlalu mahal atau tidak terjangkau.

Kesimpulannya, dulu format desimal digunakan karena 1 BTC setara dengan jumlah kecil uang fiat, sehingga tampilan utuh masuk akal. Tapi sekarang, ketika 1 BTC bernilai puluhan ribu hingga ratusan ribu dolar, kita hanya menggunakan sebagian kecilnya. Format desimal pun menjadi terlalu panjang dan membingungkan.

Inilah alasan BIP 177 mengusulkan perubahan tampilan: bukan karena sistem teknis Bitcoin berubah, melainkan karena konteks sosial dan ekonomi kita sudah jauh berbeda dari masa awal kemunculannya.

Janggal Karena Terkesan Ada 2,1 Triliun BTC

Nah masalahnya, bagi mereka yang telah lama menggunakan Bitcoin, perubahan ini bisa terasa janggal, bahkan membingungkan. Mereka yang akrab dengan angka 21 juta sebagai total pasokan maksimum Bitcoin mungkin akan terkejut melihat angka baru: 2,1 triliun bitcoin! Tapi angka ini bukan sihir. Ia adalah hasil konversi murni dari satuan lama ke satuan baru: 21 juta BTC dikalikan dengan 100 juta satoshi per BTC, selaras dengan apa yang ditulis dalam BIP itu.

Yang berubah hanya label. Bukan jumlah. Bukan nilai. Blockchain Bitcoin masih berjalan sebagaimana mestinya, mencatat setiap transaksi dalam satoshi. Proposal ini hanya menyentuh tampilan antarmuka di dompet digital dan aplikasi.

Menariknya, jauh sebelum BIP 177 muncul, Satoshi Nakamoto—pencipta Bitcoin—telah memberi petunjuk tentang hal ini. Dalam perbincangan daring pada tahun 2009.

“If it gets tiresome working with small numbers, we could change where the display shows the decimal point. Same amount of money, just different convention for where the ','s and '.'s go. e.g. moving the decimal place 3 places would mean if you had 1.00000 before, now it shows it as 1,000.00,” tulis Satoshi pada tahun 2010.

Dengan kata lain, Satoshi sudah membayangkan bahwa satuan tampilan Bitcoin suatu saat mungkin perlu disesuaikan agar lebih selaras dengan kebutuhan pengguna di masa depan. Ia tidak saklek berpegang pada satu BTC sebagai standar visual, melainkan terbuka terhadap perubahan.

Satoshi juga tahu bahwa satuan kecil akan semakin relevan seiring naiknya harga Bitcoin. Dan memang, dalam beberapa tahun terakhir, istilah “sats” (singkatan dari satoshi) mulai populer di kalangan komunitas. Padahal, istilah itu sendiri bukan ciptaan Satoshi, melainkan muncul dari kebiasaan kolektif para pengguna.

Untuk membayangkan dampak perubahan ini, bayangkan kamu bepergian ke luar negeri dan menukar uang Rp100.000 ke mata uang asing yang terdiri dari 1.000 koin kecil. Nilai uangmu tetap sama, hanya satuannya yang berubah. Begitu juga dengan Bitcoin versi BIP 177: nilainya tetap, hanya penyebutannya yang diubah dari BTC menjadi satoshi—atau dalam tampilan barunya, ₿.

Tentu saja, pergeseran satuan ini akan memunculkan pertanyaan-pertanyaan baru. Misalnya, seseorang yang tadinya memiliki 0,003 BTC mungkin akan bertanya: “Apakah saya sekarang punya 300.000 bitcoin?” Jawabannya, ya—kalau satuan “bitcoin” yang dimaksud adalah satoshi seperti dalam sistem BIP 177.

Beberapa orang mungkin terkejut melihat panjangnya angka tersebut. Tapi ingatlah, ini seperti kita melihat harga barang dalam rupiah dibandingkan dalam dolar. Angka besar bukanlah masalah jika sudah terbiasa. Di Indonesia, misalnya, angka jutaan atau bahkan miliaran rupiah sudah jadi hal yang umum dalam transaksi sehari-hari.

Untungnya, Carvalho tidak mengusulkan agar sistem tampilan ini diberlakukan secara paksa. Dalam BIP 177, ia menyarankan agar aplikasi Bitcoin menyediakan opsi toggle—satu klik untuk beralih antara tampilan lama (BTC dengan desimal) dan tampilan baru (₿ dengan angka utuh). Layaknya fitur pilihan mata uang dalam aplikasi e-commerce, pengguna bisa memilih mana yang paling nyaman.

BIP Ini Benar Diperlukan?

Lalu, apakah BIP 177 benar-benar dibutuhkan? Itu tergantung dari sudut pandang kita. Jika kita memandang Bitcoin hanya sebagai aset investasi, mungkin tampilan angka bukan isu besar. Tapi jika kamu berharap Bitcoin menjadi alat tukar global yang dipakai sehari-hari oleh miliaran orang, maka tampilannya harus ramah bagi pengguna biasa.

Ada sebuah fenomena psikologis yang disebut “unit bias”—kecenderungan orang untuk merasa bahwa sesuatu yang bisa dibeli dalam satuan utuh lebih bernilai atau lebih menarik. Banyak orang yang mengira Bitcoin terlalu mahal karena melihat 1 BTC setara dengan US$70.000. Mereka tidak sadar bahwa mereka bisa membeli 0,0001 BTC atau bahkan lebih kecil dari itu. Tampilan angka yang panjang dan banyak desimal menciptakan kesan eksklusif, padahal tidak harus begitu.

Dengan menulis ₿1234 sebagai harga kopi, orang bisa langsung paham bahwa mereka tidak harus membeli “satu koin penuh” untuk mulai menggunakan Bitcoin. Dalam dunia yang serba cepat ini, pemahaman sekilas bisa membuat perbedaan besar.

Seperti yang ditulis Carvalho dalam proposalnya: “Bitcoin wins when everyday minds grasp it at a glance.”

Dan memang, sejarah membuktikan bahwa hal kecil dalam tampilan bisa membawa dampak besar. Bayangkan jika buku-buku masih menggunakan angka Romawi. Sulit dibaca, bukan? Peralihan ke angka Arab membuat ilmu pengetahuan dan perdagangan melesat. Maka jangan sepelekan kekuatan perubahan kecil dalam desain antarmuka.

Pada akhirnya, BIP 177 bukan soal mengubah Bitcoin itu sendiri. Ia tidak menyentuh protokol, tidak mengubah logika teknis, dan tidak mengusulkan hard fork. Ia hanya mengajak kita melihat Bitcoin dari sudut yang lebih manusiawi. Dari sudut pandang orang biasa yang ingin membeli kopi tanpa harus menghitung deretan nol dan titik.

Bitcoin tetap 21 juta. Tapi jika menyebutnya sebagai 2,1 triliun satoshi bisa membantu lebih banyak orang memahaminya, maka mungkin itu adalah langkah kecil menuju adopsi besar. Dan seperti semua perubahan besar, semuanya dimulai dari cara kita melihat sesuatu. Lagipula BIP adalah sekadar saran dan perlu konsensus di ekosistem Bitcoin.

Bagi kamu yang ingin memahami BIP lainnya, kamu bisa membaca di blog CoinEx ini.

Sebelumnya
CoinEx Menyimpulkan Acara Eksklusif PHP: 200 Trader Teratas Berbagi 1600 USDT
Selanjutnya
CoinEx Berhasil Menyelesaikan Eksklusif PHP: Jadilah Pedagang P2P untuk Mendapatkan Hingga 70 USDT Kampanye Promosi